Pertanyaan yang berulang kali saya dengarkan dari para teman-teman, baik yang baru saja menekuni hobi fotografi ataupun yang sudah cukup lama wara wiri dengan kamera beserta alat-alatnya. Cukup lama bagi saya untuk bisa menemukan jawaban yang meng-IMHO tapi ternyata jawabannya cukup abstrak juga. Rasanya tidak mungkin saya meng-IMHO jawaban untuk pertanyaan diatas.
Mengapa?
Karena ketika seseorang bertanya apakah foto artistik itu? Maka itu hanyalah sebuah pertanyaan retoris. Artistik dimata siapa? Penggemar seni fanatik? Penggemar seni aliran A, B, C dan seterusnya? Atau bahkan pertanyaan dari seseorang yang IMHO katanya newbie?
Mari kita memulai dengan Why have to be artistic?
Lalu timbul berbagai jawaban dilematis yang dibarengi oleh IMHO-IMHOan. Dalam fotografi dan seni terutama, tidak pernah ada kata SALAH bahkan IMHO. Hanya ada apakah kita berhasil mempengaruhi penonton kita dengan karya kita hingga mereka terkesan ataupun tidak. Dalam kritik seni (kurator ataupun penonton) mereka mengkritik dengan dua cara yang berbeda. Kurator mengkritik dan berkomen berdasarkan arah karya (aliran), kelangsungan karya (continuitas), dan masa depan sang pembuat karya (label seniman atau bukan seniman). Sedangkan kritik dan komen penonton hanya terbatas pada kemampuan si pengkritik terhadap sudut pandang dan referensi mereka terhadap karya yang mereka ingin perbincangkan.
Again, Why have to be artistic?
Apakah kita yang berhak menilai karya kita sendiri artistik? Ini jelas tidak. Karya itu dinilai artistik atau tidak artistik, dinilai oleh para penontonnya. Seperti menilai gambar kita waktu SD, ada dua gunung, matahari, jalan raya, sawah dan tiang listrik. Siapa yang menilai bagus? Pak Tino Sidin bilang bagus! Tapi buat sebagian orang, ah itu hanya gambar klasik yang naif. Lalu? Mengapa begitu membebankan diri sendiri bahwa kita harus tampil artistik? IMHO? Gaklah.....sudah sangat jelas....berkarya itu ya berkarya saja. Jangan bebankan kita pada nilai diri sendiri sampai sejauh mana karya kita artistik atau tidak.
Bagaimana kita memulai nggaya artistik? (keukeuh – kata orang sunda)
Artistik seperti yang sudah berusaha dijelaskan bahwa itu penilaian yang sangat abstrak. Namun apabila kita keukeuh bahwa karya kita kudu, musti, must artistik ya kita harus mulai dari referensi sebanyak mungkin. Apa yang mata kita tangkap lalu kita cerna. Mulai dari referensi karya orang yang kita nilai artistik, menjadi panduan untuk/agar karya kita menjadi artistik.
Contoh akan saya ambil pada diri saya sendiri, agart tidak perlu meng-IMHO pada siapapun. Saya adalah penggemar berat karya Frank L Wright, komposisi dalam karya arsitekturnya menurut saya luar biasa. Bagaimana dia bisa membuat sketsa ruang dalam bentuk komposisi kotak-kotak sederhana menjadi minimalis yang luar biasa. Dia bukan fotografer namun karya beliau sangat berpengaruh dalam pola berpikir saya. Lalu datang seorang maestro (tanpa IMHO ini saya yakin dia maestro), Jackson Pollock, Pelukis Amerika yang sangat berpengaruh dalam aliran abstract expressionist movement. Pengaruh karya lukisannya yang revolusioner benar-benar masuk kedalam susunan pola abstrak yang saya temukan pada obyek yang saya foto.
"When I am in my painting, I'm not aware of what I'm doing. It is only after a sort of 'get acquainted' period that I see what I have been about. I have no fear of making changes, destroying the image, etc., because the painting has a life of its own. I try to let it come through. It is only when I lose contact with the painting that the result is a mess. Otherwise there is pure harmony, an easy give and take, and the painting comes out well.
-- Jackson Pollock, My Painting, 1956
Jadi kembali ke pertanyaan mereka ke saya sambil berlalu, “Mengapa ketika saya melihat foto anda atau si A,B,C begitu artistik namun saya sulit sekali menjadi seperti anda atau mereka?”
Jawaban saya :
Ini bukan proyek Bandung Bondowoso [Legenda Loro Jonggrang—yang menjelaskan asal-usul himpunan candi yang mempesona di Prambanan itu, diselesaikan dalam waktu semalam]. Tidak tahu kisah latar belakang si A, B, C dan D. Namun untuk saya, proses yang saya lewati adalah proses penuh caci maki, tidur tidak tidur, kepanasan, kedinginan. Lapar, lelah, frustasi, bahagia, frustasi lagi.....dan sebagainya. Belum lagi ketika sekolah dulu, saya disuruh duduk sebulan lamanya, di depan lukisan abstrak dari pelukis misterius yang sudah RIP dan suruh membuat essay satu lembar tentang si pelukis yang namanya saja saya tidak ketahui.
Proses yang memakan waktu hingga bertahun-tahun hingga kini pun saya rasa saya belum rampung dalam memahami seberapa artistik sebuah karya hingga karya tersebut bisa menjadi cerita panjang walalupun si pembuat karya sudah tidak bernafas di dunia ini. Seni itu seperti membelah langit, kita akan menemukan lapisan langit demi langit....hingga infinit! Jadi ketika anda memulai pertanyaan
“Bagaimana foto yang artistik itu?”
Hadeuuuhh.......
*Teks by Marrysa Tunjung Sari, Sasha
**Sumber : www.fotografer.net
**Sumber : www.fotografer.net